Dan rasa itu masih ada... Rasa yang sangat menyesakkan dada... Kebencian yang belum mereda Bagaimanakah caranya? Berhenti membencinya? Dia yang pernah menjadi orang ketiga... Sesungguhnyalah aku ingin dia menghilang Jauh dari kehidupan kami Karena melihatnya selalu membangkitkan luka yang belum kering
That woman who almost made me cancel my wedding...
I don't know why I found it's very hard to just be normal around her...
or just forgive all the bad words I heard...
If we are allowed to do and say a lot of bad things just because we're emotional,
hadn't my logic been able to control my emotion, the emotional me for sure would have destroyed everything one year ago...
Sigh...may be time will heal? Hopefully someday?
Jadi inget surat Al Hasyr ayat 10 tadi...sedih...ngga ingin sebenernya membenci gini, sesak dada setiap kali melihat namanya muncul di layar hape, atau layar laptop. Apalagi mengingat jiwa yang lain di dalam sana. Sungguh tidak ingin dia menjadi seorang pembenci. Semoga dia tumbuh seperti ayahnya, yang selalu melihat sisi positif di tiap orang, sebelum peristiwa dua tahun yang lalu itu...
Gadis mengamati layar telepon genggamnya, pesan itu berarti wanita
itu sedang di dalam perjalanan ke Padang. Penerbangannya yang kedua dalam minggu
ini. Beberapa hari yang lalu, wanita itu terbang ke Lampung, lalu ke Jakarta
untuk menghadiri rapat dengan kementerian ESDM, lalu terbang ke Padang.
Keliling Indonesia sudah menjadi agenda mingguan wanita itu. Terkadang
diselingi dengan penerbangan keluar negeri. Wanita itu sangat menikmati setiap
perjalanannya, bersentuhan langsung dengan budaya lokal, melihat-lihat
keindahan alam yang unik di tiap daerah, mengunjungi pusat kerajinan
tradisional, dan tidak lupa membeli cendera mata untuk keluarganya. Walaupun begitu,
perjalanannya tidak selalu indah. Terkadang wanita itu juga harus menghadapi
buaya di tengah sungai ataupun ancaman oleh orang-orang dari suku yang ternyata
kemudian bersuku sama dengan menantunya. Wanita berusia 50 tahun itu masih
terlihat muda, dengan tas punggung, celana jeans,
dan sepatu kets yang selalu menjadi pakaian dinasnya setiap kali ke lapangan.
Setiap orang yang melihatnya untuk pertama kalinya tidak akan percaya kalau
ternyata dia hampir mempunyai seorang cucu. Hidup yang sempurna di mata gadis,
dan karir yang menjadi impian gadis.
Tetapi gadis tahu pasti bahwa hidup wanita itu tidak selalu
seperti itu. Ada masa ketika wanita itu harus meniti karir dari awal karena
tempat dia bekerja selama 7 tahun tiba-tiba pindah kota. Saat itu, dia harus
merelakan pekerjaannya karena pernikahan beda kota untuk waktu yang permanen tidak
pernah ada dalam kamusnya. Ada masa ketika wanita itu harus merelakan sebagian
besar waktunya mengurusi kedua anaknya, dengan karir baru yang belum jelas,
sementara teman-teman di sekitarnya karirnya melejit, rumah dan kendaraannya
bertambah, atau menikmati kuliah di luar negeri. Yah, wanita itu juga bukan
manusia sempurna. Ada saat di mana dia merasa lelah. Gadis ingat sekali ketika
itu, air di rumah mereka sudah berhari-hari tidak mengalir. Mereka harus
menumpang mandi di mesjid dan mengambil air dari mesjid untuk keperluan lain.
Saat itu, mereka sedang tidak mempunyai ART. Jadilah wanita itu dan kedua
anaknya yang masih kecil-kecil mengangkut air. Namun apalah yang diharapkan
dari anak-anak yang berusia 5 dan 6 tahun. Wanita itu harus bolak-balik di
malam hari antara rumah dan mesjid yang untungnya persis berada di depan
rumahnya. Lalu air itu harus dipindahkan ke dalam bak-bak agar embernya bisa dipergunakan
kembali. Saat itulah, di tengah kelelahannya bekerja dan mengangkut air, wanita
itu mengeluh dan berkata pada gadis “Mbak, semoga hidup kamu nanti lebih
nyaman. Semoga kamu tidak perlu mengalami kesusahan seperti ini.” Kata-kata itu
selalu gadis ingat dan gadis jadikan bekal untuk mantap menerima lamaran
suaminya walaupun masa depan mereka masih penuh dengan ketidak pastian.
Yah, masalah ART memang bukan masalah yang baru dihadapi
wanita-wanita bekerja masa kini. Saat itu, gadis ingat sekali bahwa wanita itu
harus membereskan dan membersihkan rumah setelah anak-anaknya tidur. Pada dini
hari itulah, wanita itu menyapu dan mengepel lalu memasak untuk sarapan dan
bekal anak-anaknya. Setelah itu menyiapkan anak-anaknya untuk pergi sekolah,
mengantar mereka, lalu pergi ke kantor. Setelah jam makan siang, menjemput
anak-anaknya, menitipkannya di rumah saudaranya atau tetangganya, lalu kembali
lagi ke kantor. Sepulangnya dari kantor, menyiapkan makan malam dan terkadang
masih harus mengangkut air. Ah tetapi, Allah memang Maha Baik. Selama periode
waktu itu, saat wanita itu harus ke sana kemari, melakukan semuanya sendiri,
dia tidak pernah jatuh sakit. Untuk seseorang yang sempat masuk rumah sakit di
masa mudanya dan divonis dokter bertubuh lemah sehingga tidak boleh kecapekan,
wanita itu diberi kekuatan untuk bisa mengurusi keluarganya dengan baik.
Dan perlindungan wanita itu terhadap anak-anaknya, tidak
berhenti sampai urusan domestik saja. Gadis ingat sekali betapa wanita itu
berubah menjadi harimau ketika beliau berusaha menyelamatkan kesejahteraan
mental dan fisik anaknya. Berbeda dengan wanita lain yang hanya menangis-nangis
melihat luka-luka di badan anaknya, wanita itu maju menghadapi jaringan teroris
di kampus (yang katanya) terbaik di Indonesia. Dia tidak gentar untuk membawa
permasalahannya ke jalur hukum. Dia tidak takut menghadapi segala macam
rintangan yang ada di hadapannya. Seakan-akan beliau berkata, hamil itu berat,
melahirkan itu sakit, membesarkan anak itu sulit, dan kamu harus berhadapan
denganku ketika kamu berani melukai anakku.
Ketika anak-anaknya mulai beranjak dewasa dan tidak lagi
terlalu tergantung padanya, Allah selalu menemukan wanita itu dengan banyak
orang-orang baik. Merekalah yang secara langsung dan tidak langsung membimbing
dan menunjukkan jalan untuk wanita itu sehingga dalam waktu tidak lama, karirnya
melejit seperti saat ini.
Aahhh, banyak sekali kenangan gadis akan ketergantungannya
pada wanita itu. Lagu I Turn To Younya Christina Aguilera benar-benar
menggambarkan apa yang gadis rasakan untuk wanita itu. Yah, untuk gadis, wanita
itu selalu menjadi tumpuannya, selalu bisa menyelesaikan masalahnya. Gadis
merasa, selama wanita itu ada di sekitarnya, semua masalah pasti akan
terpecahkan.
Dan sekarang, saat gadis berada di pintu gerbang menjadi
wanita itu, gadis sering merasa ragu. Bisakah gadis menjadi wanita itu? Bisakah
gadis menjadi karang yang tahan menghadapi tiap hantaman gelombang? Bisakah
gadis menjadi tumpuan seperti wanita itu selalu menjadi tumpuan untuk gadis? Apalagi
saat gadis dihadapkan pada pilihan yang sama, antara keluarga atau karir impian.
Ego gadis yang terasa sangat besar tidak rela melepaskan karir yang sudah
menjadi impian seumur hidupnya. Aahhh, rasanya saat ini, kemampuan gadis masih
jauh dari wanita itu.
Tidak bermaksud menguraikan hukum-hukum boleh tidaknya pacaran
karena saya yakin semua orang bisa dengan mudah mengakses semua ilmu tentang
pacaran, masalahnya hanyalah pilihan masing2 diri
Terkadang saya bertanya2, seberapa yakinkah kamu bahwa kamu
akan menikahi orang yang saat ini kamu pacari?
Sedemikian yakinnyakah hingga kamu banyak berfoto mesra dan
memperlihatkannya pada banyak orang?
Sedemikian yakinnyakah hingga kamu mendatangi undangan dan pesta layaknya dua
sejoli yang sudah terikat resmi?
Sedemikian yakinnyakah hingga kamu memahatnya dalam sebuah
benda yang diberikan atas nama berdua seolah2 kebersamaanmu adalah selamanya?
Pernahkah sedikit saja terbersit dalam pikiranmu bahwa suatu
saat nanti, akan ada hati yang tertoreh karena perbuatanmu itu? Hati yang
seharusnya kamu lindungi dan jaga
Tentu kamu tidak akan berpikir ke sana karena kamu sedang
dimabuk asmara
Dan mereka yang mengatakan bahwa cinta itu buta adalah
demikian adanya
Taken from this
Since US students need to write an essay for their college application, in a way, it makes them better writer than students in my country. This website is one of several guides dedicated for college applicants. I like this intro...
You don’t have to be a total grammar snob to make judgments about a
person based on something they’ve written—we all do it. But the fact is,
college admissions representatives are often grammar snobs, i.e. (not
to be confused with e.g. in this instance), highly educated individuals
who are charged with enrolling college students based primarily on the
strength of their application materials.
So when it comes right down to it, the adage is true: You get but one
chance to make a first impression. Take heed of these most reviled
grammar faux pas, and avoid them at all cost in your personal essays,
SAT writing portions, and email exchanges with college representatives.
I used to be a grammar snob (well, actually a total snob in that matter) and get irritated when people mistype or just use inappropriate words in any language I know. I try to stick to the rule "don't use it if you don't know how".
Anyway the summary of seven deadly grammar sins:
1. your/you're
2. there/their/they're
3. affect/effect
4. lose/loose
5. it's/its
6. whose/who's
7. then/than
Additional five deadly grammar sins:
1. Comma splices and run-ons
Example: Bananas are good for you, I take one for my lunch every day.
2. Modifier errors (dangling and misplaced modifiers)
Example: After reading the book, it is evident that Melville is a
genius. (This error is increasing because students are forbidden to use
the word “I”)
3. Subordinators used as conjunctive adverbs
Example: Bananas are good for you. Although, they are too sweet.
4. Coordinating conjunctions used as conjunctive adverbs
Example: Bananas are good for you. But, they are too sweet.
5. Conjunctive adverbs used as coordinating conjunctions
Example: Bananas are good for you, however they are too sweet.
“I'm selfish, impatient and a little insecure. I make mistakes, I am out of control and at times hard to handle. But if you can't handle me at my worst, then you sure as hell don't deserve me at my best.” ― Marilyn Monroe
Seandainya jiwa bisa dibersihkan dari rasa benci dengan air mata...
Seandainya kenangan hilang dan larut dengan air mata...
Sungguh aq ingin menangis, sampai tiada bersisa air mata...
I will go to a new city next week...
Quite a break from the exhausting life in Singapore...to a city where I would be the only one or so I thought...
Well...obviously, I am wrong...It's just another city where I would just be another woman...
Sigh...How I wish life had thing such as factory reset...or mind reset or whatever. The only request God didn't grant me...to have a spouse with clear and pristine history...So, I should somehow manage to handle it right? Or not?
I'd spent almost 15 years of my life living under other woman's shadow...God knows how hard it was for me...Why should I spend another years living under someone else's shadow?
If only it's that easy to move somewhere and start over...far from memories, far from the dark shadows from the past that keep me haunted...
The theme song for these days would be this one I think
I will see my family next week...see new places...have another wedding function...
And all I can think about is just those dark shadows...I hate myself
Having a husband, it means having someone who voluntarily hears listens to you talking, chitchatting, murmuring and as a woman who has to speak around 200,000 words per day just to keep sane, I feel blessed having someone around to talk to. During the old depressive episodes, sometimes I greeted the otah seller or whoever around just to have someone to converse with.
Thank God now I have someone at home to talk to. And thank God that he has caring ears. He pays attention to every single little thing that I share, ranging from my daily activities to people's daily activities (that I see on Facebook). Since he doesn't have one, I frequently share who does what, the pictures, my opinion bout them and every teeny tiny thing I find. Everything except the two names that I shall never dare to mention till God knows when. Those two names who shall never be spoken under our family's roof.
Not that I didn't try to normalize they who must not be named. But every time I tried, it all backfired at me. Once, I tried to talk him to at least say "Hi" when they were in the same room, but he reluctantly agreed. In the end, he didn't do it. And seeing him feeling bad makes me feel bad. Anything related to they who must not be named never ends up in pH 7. It's either too acid or too alkaline and I have to put strong acid or strong base to neutralize it. So in the end, I stop. Maybe I'll try sometime later someday if the situation forced me to. Or I let God twist their faith again somehow. Or maybe, maybe, they would at last talk to him and give him peace which is one year overdue now. Right now, we just decided to walk past thru it. Sure, there are still some things that cannot be shaken off. He's an ordinary normal human being after all.
Well, like I said here, I've decided to trust him. He's already had some time and space to clear his head out of that mess before he asked me to marry him. Hence, when we got married, I decided to put those things behind us, where they should be. Honestly, it's hard. Sometimes, they who must not be named dragged us back to the past, but till date, we somehow manage to go back on track. The most important thing in our journey is me and him, I think. The rest is just black and dark shadow that we need to clear off.
We make choices every day...and our choices can be right or can be wrong...
Our choices will affect others, especially those who have close relationships to us
As a child, my parents have the final say...of where I'm studying, where I'm working, who I'm married...
As a wife, my husband has the final say...of almost every single detail of my daily life...
That's what I chose...He's who's chosen...
I can offer him insights, thoughts and considerations just like Zhuge Liang the great and smart military strategist advises Liu Bei
In the end, Liu Bei is the one who has the final word...and Zhuge Liang will faithfully follow...
Either the decision is right or wrong, he's Liu Bei...and I am Zhuge
Liang
And I think that is how a marriage can work...
The suckiest thing facebook can do to you is when somebody you consider your friend posted photos of them having fun without you...it even sucks more than when you found out that the ex is befriending your in-laws.
Damn Facebook
Now the evangelist just has more the reason to make me quit facebook...
Just last nite he told me:
"I don't understand why you like facebooking. I notice that you always feel bad whenever you open it."
Well, my reason for Facebooking is that it's useful for those friends/acquaintances whom you want to easily contact but not to be too close.
Nevertheless, these days, it makes me more and more and more and more feel alienated...*menangis darah di pojokan ngurek2 pasir*